Roah Bubur Beaq: Tradisi Sakral yang Terus Hidup di Dusun Kebon Belek Mekarsari
Mekarsari – Di tengah derasnya arus modernisasi, masyarakat Dusun Kebon Belek, Desa Mekarsari, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, tetap menjaga warisan budaya yang sarat makna spiritual: Roah Bubur Beaq, sebuah tradisi yang rutin digelar setiap tanggal 10 bulan Sapar dalam penanggalan Islam Sasak.
Perayaan yang berlangsung pada Ahad, 3 Agustus 2025 di Masjid Al-Istiqomah Kebon Belek ini bukan sekadar seremoni, tetapi menjadi ungkapan syukur dan simbol akhlak perempuan yang diwariskan turun-temurun. Dalam budaya Sasak, bulan Sapar dikenal sebagai “bulan Bubur Beaq”, bulan yang diyakini sebagai masa akil balig Siti Fatimah RA, ditandai dengan haid pertamanya pada 10 Sapar. Momen ini dihormati sebagai tonggak penghormatan terhadap kaum perempuan dalam perjalanan hidupnya.
“Ini adalah bentuk rasa syukur kami sebagai umat muslim yang dapat dipertemukan pada bulan Sapar ini,” ungkap Amak Eni (68), tokoh adat setempat. Ia menambahkan bahwa tradisi roah bukan hanya dilakukan untuk menyambut hari besar, melainkan juga sebagai bagian dari keseharian spiritual masyarakat. “Kadang masyarakat kami juga melakukan roah untuk hajat pribadi atau kampung, seperti meminta hujan atau tolak bala,” jelasnya.
Tradisi ini melibatkan doa bersama dan kebersamaan dalam hidangan, di mana para ibu rumah tangga dengan penuh semangat menyiapkan bubur ketan hitam (Bubur Beaq). Hidangan ini kemudian diantarkan ke masjid menggunakan dulang—nampan besar khas Sasak—sebagai simbol gotong royong dan persaudaraan.
Dalam suasana khidmat namun hangat, tradisi Roah Bubur Beaq menjadi pengingat bahwa kebudayaan lokal adalah jati diri yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Mekarsari—dan selama nilai kebersamaan terus dijaga, warisan ini akan tetap hidup dari generasi ke generasi. (rys)
Jamiri Adnan
21 November 2024 15:01:25
Kami sebagai masyarakat sangat mendukung adanya kegiatan pelatihan jurnalistik yang di selenggarakan...